sejarah singkat Persatuan Umat Islam (PUI)
SEJARAH
SINGKAT
PERSATUAN
UMMAT ISLAM (PUI)
gambar : K.H. Abdul Halim (kiri) dan K.H. Ahmad Sanusi (kanan)
gambar : K.H. Abdul Halim (kiri) dan K.H. Ahmad Sanusi (kanan)
Persatuan ummat Islam (PUI)
lahir pada tahun 1952 sebagai anak zaman dalam mematri persatuan dan kesatuan
bangsa, khususnya persatuan dan kesatuan intern ummat Islam. Dikatakan sebagai
anak zaman karena pada waktu lahirnya, yaitu pada tanggal 5 April 1952
bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H di Bogor situasi dan kondisi keorganisasian
sosial masyarakat di Indonesia saat itu cenderung berpecah-belah. Tetapi PUI
lahir justru sebagai hasil fusi antara dua organisasi besar, yaitu antara
Perikatan Ummat Islam (PUI), yang berpusat di Majalengka, dengan Persatuan
Ummat Islam Indonesia (PUII), yang berpusat di Sukabumi. Sebagai salah satu
organisasi pergerakkan Islam, PUI begerak dan beramal di bidang Pendidikan,
Sosial dan Kesehatan Masyarakat, Ekonomi dan Dakwah. Bahkan kini telah merintis
dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Perikatan Ummat Islam (PUI)
merupakan organisasi yang pada awal didirikannya oleh K.H.Abdul Halim di
Majalengka, Jawa Barat bernama Majlisul Ilmi (1911). Organisasi Majelisul Ilmi
tumbuh dan berkembang melalui proses perjuangan yang penuh tantangan dan
rintangan dari penjajah Kolonial Belanda. Dalam mencapai tujuannya organisasi
ini terpaksa harus mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pergantian nama.
Dengan penyempurnaan
dimaksudkan untuk mendewasakan organisasi agar tahan uji terhadap tempaan zaman
dan ujian hidup, sedangkan dengan pergantian nama, dimaksudkan di samping untuk
menyesuaikan diri terhadap misi dan beban tanggung jawab yang harus dipikul,
juga untuk menghindarkan diri dari intaian dan ancaman Pemerintah Kolonial
Belanda. Demikianlah pada tahun 1912 Majlisul Ilmi menyempurnakan diri dan
merubah nama organisasinya menjadi Hayatul Qulub yang berarti
menghidup-hidupkan hati. Setelah peristiwa aksi pemogokan buruh pabrik gula di
Majalengka, dalam rangka melawan penindasan penguasa Belanda, Hayatul Qulub
makin diawasi dan dicurigai Belanda. Kemudian, antara lain atas anjuran HOS
Cokroaminoto, perhimpunan Hayatul Qulub dirubah dan diganti, namanya menjadi
Persyarikatan Oelama (PO) pada tahun 1916.
Dengan sengaja ulah dan
tipu daya Belanda Persyarikatan Oelama (PO) pun mendapat rongrongan dari pihak
penjajah, bahkan dari teman seiring K.H.Abdul Halim sendiri yang telah kena
hasut dan pengaruh dari aparat pemerintah Belanda.
Mereka menfitnah bahwa
pendidikan/sekolah yang didirikan PO itu adalah sekolah kafir, karena bentuk
dan sistemnya seperti sekolah yang diadakan oleh Belanda, yaitu pendidikan
dengan sistem kelas dengan duduk di bangku dan menghadap meja serta papan
tulis. Tidak hanya itu para ulama yang tidak senang terhadap perkembangan PO
juga menyebarkan isu kepada masyarakat luas, bahwa organisasi PO itu bukan
untuk dan milik rakyat awam, tetapi khusus untuk dan milik para ulama. Jadi
bagi kita yang bukan ulama tidak pantas dan tidak perlu ikut-ikutan masuk PO,
kata mereka. Mereka menghasut masyarakat muslim agar tidak masuk PO. Terhadap
fitnah tersebut KH.Abdul Halim tidak pernah menyerah. Beliau tetap pada
keyakinannya, menerukan pembaharuan dalam bidang pendidikan.
Pada awal pendudukan Jepang
organisasi-organisasi pergerakan yang pada tahun 1938 bergabung dalam MIAI (PO,
AII, Muhamadiyah dan NU) dibubarkan oleh penguasa Jepang. Para ulama/pimpinan
organisasi tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar
organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi. Beberapa bulan kemudian
organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan kembali
kegiatan-kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan nama
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sementara itu nama organisasi
Persyarikatan Oelama diganti lagi menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI), yang
dengan perubahan ejaan Bahasa Indonesia sistem Soewandi (1974) menjadi
Perikatan Ummat Islam (PUI).
Selanjutnya adalah sejarah
Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan oleh KH.Ahmad Sanusi di
Sukabumi, Jawa Barat. Seperti halnya Perikatan Ummat Islam, searah perjuangan
PUI juga melalui proses perkembangan dan pergantian nama. Semula pada awal
didirikannya organisasi perjuangan ini bernama “Al-Ittihadiyatul Islamiyah”
disingkat AII. Pada masa pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI, mengalami
proses seperti PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat
Islam Indonesia (POII) pada tahun 1942, dan berubah namanya pada tahun 1947
menurut Ejaan Soewandi menjadi PUII. Perjuangan PUII sejak awalnya secara
prinsipil sama dengan PUI. Mengapa demikian?.
Kiranya patut kita pahami
bersama, bahwa antara pimpinan PUI dan pimpinan PUII itu sebenarnya adalah satu
guru dan satu ilmu. Mereka yaitu KH.Abdul Halim dan KH.Ahmad Sanusi, pada waktu
yang bersamaan menuntut ilmu di Mekah, Saudi Arabia pada tahun 1908-1911.
Mereka saling bersahabat dan saling bertukar pikiran, baik di bidang pendalaman
ilmu, maupun pengalaman ilmunya kelak setelah kembali ke tanah air. Pada waktu
di Mekah, mereka juga bertemu dan menjalin persahabatan karib dengan
tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia lainnya, seperti KH.Mas Mansyur
(Muhammadiyah) dan KH.Abdul Wahab (Nahdlatul Ulama).
Sekembalinya di tanah air,
persahabatan mereka berlanjut. Mereka saling berkunjung dalam rangka lebih
memantapkan cita-cita yang telah terukir dan digalang sejak di perantauan,
yaitu cita-cita untuk menggalang persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia,
mereka anggap sebagai tulang punggung wawasan persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
Setelah mereka
masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka semakin tinggi
dan efektif. Sejak KH.Abdul Halim (PO) diundang oleh KH.Ahmad Sanusi untuk
memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi pada bulan Maret 1935, rencana
realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat Islam
Indonesia semakin kongkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing
bertekad bulat untuk saling melebur organisasi mereka, guna mewujudkan
cita-cita bersama.
Kemudian pada berbagai kesempatan, betapapun sibuknya
mereka sebagai wakil-wakil rakyat dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dalam bahasa Jepang nya disebut Dokuritsu
Zyumbi Choosakai, mereka menyempatkan diri untuk menyusun rencana teknis
pelaksanaan fusi dari kedua organisasi mereka.
Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi yaitu
Persatuan Ummat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat
diadakan fusi, dan lain-lain telah disepakati bersama. Tetapi ditakdirkan
sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH.Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT.
Beliau wafat tahun 1950. sesuai dengan wasiat beliau kepada keluarga dan
pengurus PUII agar pelaksanaan fusi secepatnya direalisasi, maka pada tanggal 5
April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H. PUI dan PUII berfusi menjadi
Persatuan Ummat Islam (PUI). Kemudian dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.
Pendiri-pendiri PUI tersebut yaitu KH. Abdul Halim, KH.
Ahmad Sanusi dan Mr. Syamsuddin, berkat jasanya dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia, dianugerahi Bintang Maha Putera Utama, berdasarkan No.048/TK/Tahun
1992 tanggal 12 Agustus 1992.
terima kasih sudah membaca laman ini :)
jangan lupa isi kolom komentar jika ada yang ditanyakan :)
Comments
Post a Comment