sejarah, bunyi, dan uraian islah tsamaniyah
selamat datang di blog ini wahai saudara ku dari pelajar Persatuan Umat Islam (PUI), kali ini saya akan membagi ilmu yang saya dapatkan ketika saya belajar di Lembaga PUI, semoga bermanfaat :)
A. Sejarah Islah Tsamaniyah
Pada
tahun 1908, para pelajar indonesia yang tergabung dalam “Study Fonds” atau dana
dana pelajar melakukan pergerakan yang disebut dengan “Organisasi Budi Utomo”.
Bertepatan dengan didirikannya budi utomo, otong syatori berangkat ke mekkah
untuk menunaikan ibadah haji juga bermukim di mekkah selama tiga tahun untuk
mempelajari ilmu agama. Tahun 1911 otong syatori tiba ditanah air dan berganti
nama menjadi K.H Abdul Halim.
Setibanya
di tanah air, K.H Abdul Halim singgah dari satu pesantren ke pesantren yang
lainnya, untuk memperdalam ilmu agama, salah satunya adalah pesantren “Tebu
Ireng” yang dibawah pimpinan K.H Hasyim Asyari.
Dalam
merealisasikan cita-citanya pada tahun 1911, K.H Abdul Halim mendirikan “Majlis
Ilmu” dengan 4 metode pengajaran, yaitu:
1. Sorogan
: Metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara santri menghadap ke gurunya satu per satu.
2. Bandongan :
Para santri mengikuti bacaan kitab yang dibaca kiyai.
3. Halaqoh :
Santri memintai kiyiai untuk membaca kitab.
4. Wetonan :
Pengajaran yang dlakukan secara berkelompok.
Dari
majlis ilmu kemudian pada tahun 1919 berkembang menjadi organisasi Hayatul
Qulum, dalam organisasi tersebut, K.H Abdul Halim mengembangkan beberapa ide
pembaharuan dalam segala bidang, dari pembaharuan itilah tercetus apa yang
dinamakan “Islah Tsamaniyah”.
B. Bunyi Islah Tsamaniyah
إصلاح الثمانية
(Delapan
Jalur Pokok Perbaikan)
إصلاح عقيدة
1. Perbaikan `Aqidah
1. Perbaikan `Aqidah
إصلاح عبادة
2. Perbaikan Ibadah
2. Perbaikan Ibadah
إصلاح
التربية
3. Perbaikan Tarbiyah
3. Perbaikan Tarbiyah
إصلاح العا
ئلة
4. Perbaikan Rumah Tangga
4. Perbaikan Rumah Tangga
إصلاح العادة
5. Perbaikan Adat Istiadat/Budaya
5. Perbaikan Adat Istiadat/Budaya
إصلاح الأمة
6. Perbaikan Ummat
6. Perbaikan Ummat
إصلاح
الإقتصاد
7. Perbaikan Ekonomi
7. Perbaikan Ekonomi
إصلاح
المجتمع
8. Perbaikan Masyarakat
8. Perbaikan Masyarakat
C. Uraian Islah Tamaniyah
1.
Islah
Al-Aqidah (perbaikan aqidah)
Perbaikan
aqidah oleh K.H Abdul Halim lebih di prioritaskan. Hal ini penting karena
kondisi umat islam pada saai itu masih diselimuti dengan berbagai perbuatan
musyrik (menyekutukan allah swt). Mereka menjadi korban kesesatan aqidah
menurut K.H Abdul Halim. Sebagai usaha memperbaiki umat seperti itu mesti
membetulkan aqidah dan pandangan hidupnya lebih dulu. Setelah perbaikan aqidah
baru dilakukan perbaiakan yang lainnya. Perbaikan aqidah bertujuan agar
masyarakat terhindar dari perbuatan yang cenderung menyembah selain kepada
allah swt. Dalam menjalakan aktivitasnya, K.H Abdul Halim senantiasa menanamkan
aqidah ketauhidan kepada umat, yaitu suatu keyakinan bahwa didunia tidak ada
tuhan selain allah. Allah-lah sebagai pusat bergantung, berlindun, dan
pengabdian.
Tujuan
diadakannya perbaikan aqidah adalah agar masyarakat terhindar dari perbuatan
yang cenderung menyembah selain Allah SWT.
Pengertian
aqidah yaitu ikatan batin atau suatu bada’an yang melekat pada jiwa manusia
yang membentuk dan mewujudkan keimanan, kepercayaan, dan keyakinan dalam
mengesakan atau mentauhidkan Allah SWT.
2.
Islah
Al-Ibadah (perbaikan ibadah)
Progran
islah Al-Ibadah PUI antara lain harus membersihkan praktik ibadah yang tidak
sesuai dengan sunah rasul di kalangan jama’ah pui khususnya dan umumnya
dikalangan umat islam keseluruhan.
Praktik
ibadah yang tidak sesuai dengan sunah rasul itu bukan saja dari aspek lahiriyah
(bacaan dan gerakan), tapi juga dari ruhiyah (niat). Rosul memerintahkan dan
mencontohkan, ibadah harus diawali dengan niat ikhlas semata-mata karena allah
swt. Apapun jenis ibadah dalam islam, semuanya ditujukan untuk mencapai
keridhoan allah swt.
Bagaimana
mungkin allah akan ridho kepada kita jika ibadah kita tidak sesuai dengan
perintahnya dan contoh rasulnya?
Maka,
tantangan pui saat ini dan kedepan dalam hal perbaikan ibadah ini, antara lain
bagaimana mempormulasikan konsep ibadah yang benar-benar sesuai dengan sunah
rasul, bersih dari anasir TBC, bersih dari niat atau motivasi selain
lilahita’ala. Lalu pormulasi itu disosialisasikan dan tentu saja diamalkan oleh
jama’ah pui dan umat islam pada umumnya.
Kendala
internal tentu akan ditemukan saat pormulasi islah al-ibadah itu dilakukan
pasalnya, mahzab ditubuh pui ini beragama. Beragama aliran pemikiran dan
praktik ibadah itu sebenarnya merupakan “keistimewaan” pui. Merangkul semua
pendapat, selama selama pendapat itu berdasarkan Al-Qur’an dan sunah rasul,
bukan berdasarkan logika atau perasaan sendiri.
3.
Islah
At-Tarbiyah (perbaikan pendidikan)
Menurut
K.H Abdul Halim bahwa dalam rangka membangkitkan bangsa mestinya ditunjang oleh
pergerakan dan perbaikan bidang pendidikan. Dimana pengaruh di zaman belanda
dalam rangka kekuasaannya dengan mengusahakan pendidikan dan pengajaran kepada
anak-anak yang hanya kehenan kelompok bangsawan dan pribumi saja.
Diyakini
oleh K.H Abdul Halim bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling efektif
untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya karena dengan pendidikankebodohan dan
kemiskinan akan segera hilang. Pendidikan merupakan investarasi paling besar
yang harus dilakukan oleh manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dalam pergerakan.
4.
Islah
Al-A’ilah (perbaikan keluarga)
K.H
Abdul Halim memandang bahwa keluarga sebagai salah satu unsur penting dalam
usaha memperbaiki umat. Perbaikan pada bidang keluarga adalah jalan yang baik
dalam mewujudkan dan menciptakan perbaikan masyarakat dan bangsa. Dan
penghidupan berkeluarga adalah lapangan yang baik bagi menghidupkan jiwa
beragama dan semangat beragama.
Keluarga
adalah lembaga pendidikan islam yang pertama, sedangkan orang tua merupakan
pendidik yang pertama dan yang utama bagi mereka. Aspek-aspek pendidikan islam
dalam keluarga yang amat penting untuk direalisasikan oleh orang tua dalam
mendidik anak-anaknya adalah :
1. Pendidikan
ibadah
2. Pokok-pokok
ajaran islam dan membaca Al-Qur’an
3. Pendidikan
Akhlakul Karimah
4. Pendidikan
Akidah Islamiyah
Dalam
kehidupan sehari-hari kadang orang menamakan dirinya beragam, tetapi suasana
kekeluargaannya menjadilawan lawan hidup beragama itu, hal tersebut karena ia
melalaikan kewajiban keluarga yang bertalian dengan agama. Diabaikannya
kewajiban keagamaan akan berdampak pada kehidupan sebuah keluarga.
5.
Islah
Al-Adat (perbaikan adat istiadat)
Upaya
untuk melestarikan adat istiadat yang sesuia dengan ajaran agama, menurut K.H
Abdul Halim juga pernah dilakukan pada zaman awal upaya untuk melestarikan adat
istiadat yang sesuai dengan ajaran agama dan pernah dilakukan pada zaman
permulaan islan.
Kebiasaan
dan adat istiadat yang cocok tetap dipelihara dan perlu di lestarikan, karena
ajaran islam itu sendiri secara garis besar terdiri dari 2 aspek, yaitu :
1. Ajaran
islam murni,
2. Ajaran
yang mengandung aspek keagamaan yang bersumber dari tamad’dun (kultur).
Dalam
hal ini, K.H Abdul Halim menegaskan bahwa kita dapat membedakam aspek ajaran
murni islam dan tamad’dun. Ajaran islam murni wajib diikuti sedangkan yang
tamad’dun boleh saja diganti dengan aspek kebudayaan setempat yng dinilai baik.
Dalam
melakukan perubahan seperti disebutkan diatas, tidak kalah pentingnya, K.H
Abdul Halim juga mengenalkan kebiasaan berpakaian terhadap para santri dan
pelajar juga masyarakat umum. Bagi pria dikenakan berpakaian celana panjang,
kemeja, sarung, dan peci, sedangkan pakaian yang dikenakan wanita antara lain
kain samping, kebaya, dan penutup kepala (kerudung).
6.
Islah
Al-Ummah (perbaikan umat)
Dalam mengembangkan
hidup tolong menolong sesama umat, K.H Abdul Halim memiliki daya sosialisasi
cukup tinggi, sehingga mampu berinteraksi dengan berbagai kalangan. Dalam
golongan pribumi, non pribumi, kaya, dan miskin, ia sufel bergaul dan saling
menolong.
Menurut K.H Abdul Halim
dalam dalam kehidupan diperlukan sikap adil dan keadilan serta baik dan
kebaikan. Karena itu upaya utama dalam perbaikan umat adalah memperbaiki budi
pekerti umat sesuai dengan tuntunan agama baik secara individu maupun bermasyarakat.
Lebih jauh K.H Abdul
Halim mengingatkan bahwa dalam perbaikan umat, selain peningkatkan ibadah
kepada allah (hablun minallah), tidak kalah pentingnya adalah bersilaturahmi
antar umat (hablun minanas). Menurutnya, dalam hablun minallah diwujudkan
dengan membaca sahadatain yang penuh iman, menegakan sholat dengan khusyu,
menunaikan zakat dengan ikhlas, berpuasa hanya untuk allah semata, dan
menunaikan ibadah haji dengan berserah diri. Sedangkan dalam hablun minanas,
setiap umat satu sama lain wajib saling menyayangi, kunjung mengunjungi, saling
menghormati, menasihati dalam kesabaran guna menuju tatanan umat yang rukun dan
damai.
7.
Islah
Al-Iqtisod (perbaikan ekonomi)
Perekonomian bangsa
indonesia pada masa penjajahan belanda sangat pahit dan memprihatinkan. Melihat
kondisi seperti itu, K.H Abdul Halim tergerak hatinya untuk memperbaiki
perekonomian rakyat karena di kawatirkan akan berdampak pada turunnya aqidah
umat.
K.H Abdul Halim
mengembangkan ide pembaharuan secara aktif, mendorong dalam bidang sosial dan
kegiatan ekonomi rakyat, karena pada waktu itu perdagangan dikuasai oleh
pedagang cina. Dalam bidang ekonomi K.H Abdul Halim banyak memberikan dorongan
untuk giat melawan kebiasaan malas.
Perbaikan keekonomian
yang dilakukan oleh K.H Abdul Halim diantaranya :
1. Menanamkan
kesadaran kepada masyarakat agar berusaha secara layak,
2. Menumbuhkan
tekad untuk dapat hidup sejajar melebihi kolonial,
3. Menambah
atau meningkatkan pendapatan keluarga,
4. Mendirikan
pabrik tenun dan percerakan,
5. Mendirikan
koprasi.
8.
Islah
Al-Mujtama (perbaikan masyarakat)
Mengenal
hal tersebut, K.H Abdul Halim memberikan catatan bahwa komunikasi dan interaksi
bukan saja dalam soal ritual keagamaan, melainkan yang bersifat sosial
kemasyarakatan. Dalam hal ini, islam tidak saja memperbolehkan akan tetapi
malah menganjurkan. Menurutnya, dalam sebuah masyarakat yang plural perlu
adanya toleransi, hormat menghormati dan saling menghargai antara umat beragama
dalam menjalankan keyakinan dan agamanya masing-masing.
Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri, melainkan selalu butuh
manusia lain. Naluri sosial manusia mendorong untuk terbentuknya komunitas
sosial, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Menurut K.H Abdul Halim dalam komunitas sosial yang besar, seperti masyarakat,
bangsa, dan negara benturan kepentingan tidak bisa dihindari, karenaadanya
perbedaan kepentingan, baik perorang maupun kelompok. Karena itu, kesediaan,
kesadaran, dan keikhlasan untuk berkorban merupakan sesuatu yang mutlak, demi kepentingan
yang lebih besar.
Terima kasih sudah membaca laman ini :)
Comments
Post a Comment